Selasa, 07 September 2010

Lagu Terkahir (LOMBA LMCR)

        Musim semi tahun ini ku lewati lagi di desa bersama ayah dan adik laki laki ku-Jeremy.Sudah hampir 3 tahun yang lalu ayah dan ibu ku bercerai, mereka memutuskan untuk bercerai karena tidak ada lagi waktu dari mereka untuk kami, ibu selalu sibuk dengan pekerjaannya dan tak sama sekali memiliki waktu untuk bersama ayah maupun kami anak anaknya.
        Dulu ketika ayah dan ibu selalu bersama, aku selalu menjadi murid teladan bagi semua murid di sekolahku.Aku seorang pianis yang sangat berbakat dalam mengolah tuts demi tuts.Aku selalu berhasil menduduki juara I disetiap lomba piano.Ayah lah guru ku selama ini, ayah selalu mengajarkan ku bagaimana mengolah tus itu menjadi sebuah alunan yang sangat indah.
        Tapi aku tak pernah menyentuh sedikitpun tuts itu lagi,ya semenjak ayah tak pernah ada di rumah ibu lagi, semenjak ayah pergi jauh dari hidup ibu dan hidupku,akupun memutuskan sama.Aku memutuskan untuk tidak menyentuh piano itu sedikitpun, untuk menolehnya saja enggan, begitu banyak perjuangan disana dan aku tidak ingin mengingat itu dengan meluncurkan air mata lagi,cukup waktu itu saja.
        Entah mengapa semenjak hal perceraian itu aku enggan untuk berkomunikasi dengan ayah, padahal dulunya aku dan ayah seperti lem tak bisa lepas.Dulu ayah bagiku seorang sahabat yang tak pernah ada duanya, ia selalu berusaha membuat hatiku senang, ia selalu berusaha membuat aku tetap tertawa sepanjang hari.Ayah berbeda dengan ibu.
         Ibu selalu sibuk dengan pekerjaan kantornya, bahkan ia tak pernah sedikitpun tahu bahwa aku pernah memenangkan lomba duet piano di Mesir.Aku selalu berusaha menyenangkan hatiku agar tak ada dendam yang terselip di pikiranku, ayah lah yang selalu mengingatkannya, bagiku hidupku ayah adalah orang terpenting setelah Tuhan tetapi itu dulu ketika semua keadaan tidak seperti sekarang.
        Aku tak pernah lagi menjadi murid yang teladan, aku tak pernah mengikuti perlombaan tuts itu lagi.Bagiku itu masa lalu dan sepertinya kehidupanku yang di depan bukan untuk bermain tuts yang konyol itu.Aku juga tak tahu aku akan menjadi apa ketika dewasa nanti tapi yang pasti aku tak ingin menjadi pemain tuts itu.Aku ingin hidupku lebih bebas dari sekarang.
Ibu juga bingung bagaimana aku bisa Lulus ujian akhir masa SMA ku, walaupun ternyata nilai itu juga sangat minim.Ibu tak sengaja menemukan surat dari Universitas ternama untuk meminta aku masuk ke sana, ya Universitas untuk pemain piano.Universitas itu dulu sponsor ketika aku lomba duet di Mesir.Ibu terkaget melihat surat itu.
          Tetapi aku tak mau, aku menolak! “Hidupku tak disana! aku tak mau menjadi seseorang yang memainkan tuts itu sepanjang hidupku! walaupun ibu dan ayah meminta ku, aku tetap tak mau!”bentakkan ku berhasil membuat ibu terdiam dan tak membicarakannya lagi.Mungkin ibu akan sedih, tapi tetap saja aku tak mau.
          Di setiap liburan aku dan Jeremy selalu di bawa ke rumah ayahku.Aku tak mau mendengar lagi celoteh sahabat ku yang dulu ini.Aku tak memerdulikan celotehnya lagi.Hanya adikku saja yang masih mendengarnya, bagiku untuk apa aku mendengarkannya lagi,toh itu tak membuat ayah dan ibuku kembali bersatu.
********************
          “Baik baik ya Jeremy,Nicole, patuhi semua omongan ayahmu, jangan membangkang sedikutpun,” ibu mencium kening Jeremy dan aku dengan sangat cepat.Lalu berjalan ke arah ayah dan pamit,entah kenapa aku selalu membenci adegan itu! Serasa tak pernah ada cinta diantara mereka, aku ingin kembali seperti dulu, tapi mungkin tak akan pernah bisa.
         Ayah menyambutku dan Jeremy dengan sangat gembira tapi bagiku ini hal biasa. “Apakah kau memerlukan bantuan ku untuk meletakkan barang barang mu Nicole?”Tanya ayah padaku. Aku tetap diam dan tak akan pernah menjawab pertanyaan kecil itu. Setelah aku sadar bahwa aku harus satu kamar dengan Jeremy baru aku berbicara,”Apa aku harus tidur dengan dia?”jari ku menunjuk Jeremy. Ayah hanya mengangguk. ”Lain kali aku mau pisah kamar dengannya.” Ayah hanya tersenyum
“Senyumanmu itu menyeramkan,”celoteh ku sambil beranjak meninggalkannya. Tapi ayah menoleh dan bertanya pada Jeremy, “Apa senyuman ku menyeramkan?”ayah melakukan senyuman itu sekali lagi, “tidak terlalu buruk ayah!” Ayah bercermin melihat senyumannya pada kaca, “apakah senyuman ini buruk? Kurasa tidak.”ayah berhenti bercermin.
******

              Pagi ini aku memutuskan untuk pergi ke pantai yang ada tepat di depan rumah ayahku. Aku selalu nyaman dengan pantai, bahkan aku sangat menyayangi biota laut. Seperti kura kura yang berhasil ku selamatkan bersama Dan, laki laki bertubuh besar yang mengajak aku kenalan saat pulang dari gubuk Tania.
            Kami berhasil menyelamatkan keturunan dari kura kura, bila kami terlambat sedikit saja untuk menolongnya dari serangan buas musang, bisa saja mereka tidak akan tumbuh dan melihat dunia. Dan memang bekerja sebagai penanganan bidang kura kura di laut ini, ia bertugas juga sebagai pemberi makan binatang binatang yang lebih buas di aquarium rasaksanya.
          Walaupun aku belum mengetahui sifat sifat Dan, bagaimana latar belakangnya.Tapi sepertinya aku menyukai laki laki yang selalu baik kepadaku ini.”kenapa wajahmu memerah seperti itu Nicole?”pertanyaan ayah mengagetkan lamunan ku. Aku terdiam ketika ingin menjawab ayah bertanya lagi,”apakah laki laki putih itu yang membuat kamu seperti ini?” “yang pasti ini bukan urusanmu!” jawabku ketus.
           “Kenapa kau tak pernah mendengarkan ayah sedikitpun?kenapa setiap ayah berbicara kau tak pernah menatap ayah berbicara?nicole!sadarlah aku menyayangimu seperti dulu sayang!” “bila kau menyayangi ku, kau seharusnya tak bercerai dengan ibu.”jawabku tambah ketus
Ayah yang sedang duduk dihadapan deretan tuts, langsung menekan segala arah di tuts yang menimbulkan nada kekesalan,dan aku tahu itu ayah sedang kesal pada siapa,itu pasti padaku.”jika kau tak suka ayah bercerai dengan ibumu, seharusnya kau jangan berhenti berseni Nicole! Aku tahu kau mampu tapi kenapa?kenapa kau lakukan itu? Berhenti berkarya karena alasan yang tak masuk akal! Tak tahu kah kau bahwa banyak potensi yang tersembunyi di dalam jiwamu? Nicole kamu masih muda dengarkanlah ayahmu walaupun sekali ini saja kau mendengarkan perkataan ayahmu ini. Nicole kembalilah berkarya.”
“Kau sudah selesai berbicara ayah?”Ayah hanya menatapku dengan mata berkaca kaca, bagiku itu biasa saja sama hal nya aku menangis sewaktu mereka berpisah tetapi mereka membiarkanku menangis hingga tersedu sedu sendirian. Aku meninggalkannya sendiri tanpa harus memberitahukannya. Ayah juga terpaku tak berkutik disana di depan diantara para tuts yang terdiam seribu bahasa.
***
               Aku beranjak pergi, aku berlari menuju arah Dan. Dia sudah menungguku, Dan hari ini akan mengajakku melihat lebih dekat kehidupan sehari harinya. Aquarium besar ternyata menantiku, Dan adalah pemberi makan biota biota laut ini setiap harinya, pertama aku melihatnya dari aquarium besar itu ia memberi makan tanpa ragu ragu, ia melambaikan tangannya mengajakku untuk ikut memberi makan bersama, aku tak ragu untuk tidak menolaknya.
            “Apa kau mau memberi makan hiu hiu ini bersama ku?” “Memberi makan?di dalam sana?” belum aku tuntas menyelesaikan semua perkataanku, ia menarik tanganku hingga akupun terjatuh ke dalamnya. Dan memberikan rasa yang berbeda di kehidupanku, apakah itu cinta? Aku tak tahu, aku selalu tersenyum bila di dekatnya dan selalu tertawa di sampingnya.
              Setelah puas berada di dalam aquarium rasaksa itu aku pergi beranjak, Dan hari ini berjanji mengajakku melihat rumahnya. Di lihat dari penampilan Dan sepertinya anak orang yang biasa biasa saja. Tapi aku salah, Dan anak orang luar biasa. “Ku kira kau anak seorang pengusaha bengkel tapi ternyata kau berbohong padaku!” “Nicole aku memang anak pengusaha bengkel, tapi aku tak memberi tahumu bahwa ayahku ini pengusaha 300 bengkel bukan?” Aku tertawa terbahak bahak mendengarnya.
              “Jadi kau anak orang kaya?” “bagiku harta bukan segalanya di dalam rumah yang besar ini aku sama sekali tak menemukan kebahagiaan hidup.” Mata Dan mulai sayu dan sepertinya ia mulai malas untuk membicarakannya padaku. “Orang tua ku hampir bercerai, kakakku meninggal, dan adikku akan menikah sebentar lagi. Aku tak pernah merasa bahagia berada di dalam rumah besar ini.” “bagaimana ceritanya kakakmu meninggal, Dan?”
               Ia agak sulit untuk memulai pembicaraan ini seperti ada batu salak yang menyangga tenggorokkannya, kakak pertamanya meninggal akibat kelalaian sang ibu, “aku dan dia saat itu tidak mau mendengar celotehan ibu, ibu berulang kali menegur kami, kami malah semakin sibuk bergurau, ibu yang sedang menyetir saat itu menoleh kearah kami untuk menegur, tapi ternyata kendali mobil malah semakin oleng dan akhirnya kami masuk jurang, hanya aku dan ibu yang selamat, dia tidak.”
              Aku hanya bisa memeluknya, cerita hidupnya lebih menyeramkan di banding hidupku. Dan mengajak ku mengitari rumahnya sampai saatnya aku berhenti menemukan satu barang mati, piano. Aku menyentuhnya, membuka tutp tuts itu, dan menoleh padaku “apa kau bisa bermain?” aku tidak ingin mengumbarnya tapi untuk sekedar dia tahu aku memberi tahunya, “aku pemenang duet di mesir, aku tak bisa banyak.” “boleh kah kau mainkan itu untukku?” “semoga aku tak lupa satu nada pun.” Dan tersenyum, aku bersiap untuk memulai memainkan tuts itu.
                Dan memang beruntung tak ada satu nada pun yang terlewat, Dan hanya tersenyum padaku “permainan tanganmu sangat indah, apa kau akan melanjutkannya?” “tidak ini bukan bagian dari hidupku, aku diminta salah satu universitas untuk masuk mengikutinya, tapi aku menolak itu bukan hidupku Dan.” “tak akan menyesalkah kau?” “mungkin tidak sedikitpun.”
               Ibu Dan memberikan sambutan hangatnya, ternyata Dan sudah lebih dulu menceritakan deskripsi tentang diriku. “Hai nicole, aku berniat mengajakmu untuk datang di hari pernikahan adik Dan apa kau bersiap datang?” aku kaget, semula aku tak menyangka akan ada pembicaraan seperti ini.
Aku mengiyakan jawaban ibu Dan, hari itu aku habiskan sisa waktuku untuk makan malam bersama keluarganya. Dan mengantarku pulang, “aku harap kau datang seperti Cinderella, aku tahu kau pasti sangat cantik menggunakannya.” “apa kau bergurau?hahaha..baiklah tunggu aku ya.” Dan menarik tanganku dan menciumku tepat dibibir, aku tersentak sangat kaget, Dan terus mendekapku.
              “ Mengapa kau terus mendekap bibir dengan tanganmu?”Jeremy keheranan melihat tingkahku ini, aku hanya sinis, “ia mendapat ciuman dari kekasihnya,”lanjut ayah. “Ayah!darimana kau tahu itu?stop jangan lanjuti kata katamu.” Aku menghampiri ayah lalu menutup mulutnya agar Jeremy tak tahu semua rahasiaku. Aku tersenyum dan tertawa, “wow!” teriak ayah keras membuatku terkejut, “kau tersenyum pada ayah?setelah 3 tahun kau tak pernah tersenyum padaku!siapa laki laki yang berhasil membuat anak perempuanku ini seperti ini?”
               “Ayah tau kau sudah dewasa, dan memang kau wajar mendapat rasa itu.hihi..”ayah cekikikan menertawai aku. “Ayah,aku diundang dalam acara pernikahan adiknya,” “apa?kau sudah diundang dalam acara pernikahannya?apa kau sudah berkenalan dengan orang tuanya?” aku mengangguk. “kau harus memperkenalkannya padaku.baik aku akan memberikan mu uang, dan kau harus membeli gaun terindah!Jeremy temani kakakmu besok pergi untuk membeli gaun!” “terima kasih ayah!” aku memeluknya. Aku meninggalkannya, membiarkannya terpatung karena aku baru kali ini memeluknya kembali.
***
              Jeremy menemaniku mencari gaun, setelah hampir 3jam kita berada di setiap toko, aku menemukan gaun ungu sepanjang lutut, kata Jeremy aku sangat cantik. Kami kembali ke rumah, aku langsung bersiap aku hanya menggulung rambutku dan menata sedikit rias wajah. Ayah melihat aku, “kau terlihat lebih cantik dan tertata menggunakan gaun ungu itu.” Aku tersipu malu.
             Ayah mengantarkanku ke tempat pernikahan adik Dan, aku sangat malu untuk mengangkat wajahku, sepertinya bila aku mengangkat wajah ini aku seperti akan di bicarakan banyak orang karena salah memakai kostum. Dan menghampiriku mengangkat kepalaku dan menggandengku. “percayalah kau lebih cantik seperti ini, jangan menunduk malu Nicole.” Dan menyemangatiku.
Setelah acara selesai Dan membawaku pulang ke rumah, inilah yang selalu ku suka dari Dan, ia selalu romantis. Dan menciumku di bibir lagi, aku melambaikan tanganku. Aku masuk ke rumah denga perasaan bahagia, tapi sepertinya salah. Aku melihat berbagai macam obat jatuh berserakan di bawah tempat tidur ayah. Ku kira itu vitamin, tapi salah itu obat.
             Aku dan Jeremy membawa ayah ke rumah sakit terdekat, aku harap tak terjadi apa apa bagi ayah. Dokter membuatku diam membisu dan membuat aku menghakimi diriku sendiri. Ayah menderita penyakit tumor otak stadium akhir. Ketika ku tanya mengapa aku baru tahu sekarang, dokter menjawab, “karena ia tak ingin membuat orang yang di sekitarnya malah menjadi repot karena penyakit yang telah ada sejak lama ini.”
           Aku memasuki ruangan inap ayah, “apakah ini yang kau ingini? Aku ada disini menyaksikan kau pergi, menyaksikan kau di gerogoti penyakit ini?APA INI AYAH?”aku menjerit dan menangis berlutut dihadapannya yang tergolek lemah diatas tempat tidur.aah hanya menangis,dan akupun juga menangis.
Suster membawanya untuk memasuki ruangan ICU, suster ini mengajakku berbicara.” Apa kau Nicole? Akhirnya aku bertemu denganmu! Ayahmu selalu membicarakan dirimu ini, ia selalu bangga anaknya yang menang dalam ajang duet piano di mesir!” “ada apa kau?apakah kau kekasih ayahku,tolong pergi jika kau ingin megatakan itu!”
           “Salah aku disini ingin menyampaikan rahasia ayahmu, ia sudah lama berada disini, sebelum kau datang ia meminta dokter agar memberikannya obat agar ia bisa bertahan lebih lama, setidaknya sampai kau kembali pulang ke rumah ibumu, tetapi dokter salah, penyakitnya tak bisa diajak kompromi, ia tumbang sebelum kau pulang.”
          Aku tercengang mendengarnya, aku berusaha menghampus air mataku dan mencoba mendengar lebih banyak rahasia ayahku yang tak ku tahui. “ia ingin melihat mu sukses memainkan kembali tuts tuts piano itu. Karena baginya jika kau ingin kembali memainkan tuts itu kau berarti telah mengobati rasa sakitnya yang kau tinggalkan setelah ia bercerai dengan ibumu.itu yang selalu ia ceritakan kepadaku setiap selesai berobat, Nicole.”
          Aku hanya menggigit bibir bawahku sekuat kutanya, aku ingin berteriak juga saat itu. Aku ingin berteriak, “kenapa kau harus meninggalkan ku sekarang?” aku kembali ke rumah ayah, membawa Jeremy yang telah tertidur pulas sewaktu ku bawa ayah ke rumah sakit. “Jeremy sama lelahnya seperti aku saat ini!” celetukku sambil mengelus rambutnya yang tertidur di pangkuan Dan.
          Aku menemukan berkas berkas nada yang ayah buat, aku menyelesaikannya dengan tuntas, semenjak aku tahu ayah akan lebih cepat meninggalkanku aku bertekat kembali untuk mulai berkubang diantara tuts itu lagi, aku siap tanganku akan selalu berteman dengan tuts piano lagi. Ini semua karena ayah, ini semua demi ayah. Aku hanya ingin mengabulkan permintaan detik detik di akhir hidupnya.
Semua aku selesaikan semalam suntuk, bahkan aku tak tergeser. Aku tertidur di atas tuts itu, demi ayah. Aku berjanji akan menyelesaikan nada nada yang terpotong itu menjadi satu alunan indah, demi ayah. Aku mengurungkan niat ku untuk tidak masuk ke universitas ternama itu, aku masuk, demi ayah.

***

               Hari ini dokter akan mengoperasi tumor yang ada di otaknya itu, aku kan menemaninya sepanjang operasi berlangsung dan Jeremy akan ditemani Dan. Aku harap aku selalu hadir di detik detik akhir ayah ada, “ maafkan aku ayah,jika aku tahu kau akna meninggalkan aku lebih cepat dari yang aku ahu aku pasti tidak akan membiarkan kau hidup dalam kesendirian!”
            Aku berdoa agar ayah bisa selamat dalam operasi ini, dokter mengatakan akan sangat minim kemungkinan ayah selamat dari operasi ini, jika ayah selamat pasti ia tidak ingat apapun yang terjadi atau lupa ingatan.
            Aku hanya bisa pasrah kepada tuhan. Aku mengahmpiri ayah sebelum operasi berlangsung, aku berbisik pada ayah, “jangan tinggalkan aku, ijinkan aku menebus semua perbuatanku padamu, aku sayang kamu, jangan tinggalkan aku disini sendiri ayah.”bisikku dengan isak tangis. “aku tak akan pernah meninggalkanmu,aku selalu ada disampingmu,jika ada cahaya diantara kaca gereja itulah aku sinar yang selalu ada unutk hidupmu,” aku tak bisa berkata kata lagi, ayah dibawa masuk dan aku dipeluk Dan.
               Aku mengambil handphoneku dan menghubungi ibu, aku berusaha memberitahukannya bahwa ayah dalam masa kritis, ia hanya menjawab “aku akan berusaha ke sana secepatnya!” aku tak mau mendengar lagi ucapannya, langsung ku matikan percakapan itu. Kenapa ibu tak pernah ada untuk ayah!
Ibu sampai tepat saat ayah sudah tak ada, ia hanya berusaha tegar, berbeda dengan aku, aku menjerit sekeras kerasnya. Ayah telah pergi orang yang aku sayangi pergi.jauh meninggalkan aku. Aku hanya terpaku melihat tubuhnya yang di letakkan di gereja. Aku membuka acara duka tersebut.
                “Terima kasih semua yang telah datang,yang rela menyisakan waktu untuk melihat jasad terakhir ayahku, ada yang tertinggal yang tak pernah ayah dengar setelah sekian lama. Permainan piano ku, nada yang ku selesaikan unutk ayah yang abadi di alam sana.” Aku beranjak kea rah piano yang ada di sudut gereja.
Aku menatap peti ayah dari jauh, ada cahaya yang datang saat itu sangat terang, aku meneteskan air mata.” Ayah ada disini, ia melihatku bermain lagi setelah sekian lama,”bisikku di dalam hati. Aku memulai permainan nada itu, semua orang terbawa akan alunannya.
“Apa kau akan menuruti semua keinginan ayahmu?”tanya Dan. “iya aku telah berjanji padanya, aku akan pindah langsung ke kota. Bagaimana denganmu?apa kau akan menuruti juga keinginan ibumu untuk kuliah di desa ini?” “sepertinya aku hanya 6bulan berada disini.” “memang kenapa kau lakukan itu?” “iya di bulan selanjutnya aku akan pindah ke kota untuk menemani gadis yang aku sayangi disana.”
Aku tersenyum memeluk Dan, “jangan tinggalkan aku lagi, sudah cukup banyak orang yang ku sayangi pergi meninggalkan aku, aku mohon kau jangan seperti mereka.” Dan menarik ku memeluk tubuh mungilku, lalu memberikan ciuman itu lagi.


 the end
diambil dr kisah The last Song

Tidak ada komentar:

Posting Komentar